Image default
Trend

Ada Tentara Jepang, Dibalik Sejarah Porang Indonesia

 

Ada Tentara Jepang

Dibalik Sejarah Tanaman Porang Indonesia

 

Mie Basah Shirataki yang diproduksi Ambico dengan Brand Mr Ishii, tidak lain adalah nama belakang pendiri sekaligus orang yang paling awal mengembangkan bisnis Porang di Indonesia.

 

Setidaknya sudah dua kali, dalam masa 7 hari terakhir ini, Presiden Joko Widodo menyebut Tanaman Porang dan Budidaya Porang, komoditas pertanian berbentuk umbi – umbian yang digadang – gadang jadi primadona Indonesia masa mendepan. Pertama, saat Presiden melepas ekspor produk pertanian serentak dari 17 pelabuhan pada 14 Agustus 2021. Kedua, saat Kepala Negara mengunjungi salah satu dari pabrik pengolah Umbi Porang, yang mungkin hanya ada dua di Indonesia, yaitu PT Asia Prima Konjac di Madiun, Jawa Timur pada 19 Agustus 2021.

Resmilah sudah. Tanaman Porang bukan sekedar umbi penyebab gatal saat dikupas, dibuang – buang tak berharga, dan dianaktirikan. Tanaman Porang kini sudah menjadi bagian dari pembicaraan tingkat tinggi di negeri ini, langsung dari mulut Presiden yang memunculkan sebuah perintah langsung kepada Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo: “Saya tadi sudah menyampaikan kepada Menteri Pertanian untuk betul-betul kita seriusi komoditas baru ini, komoditas Tanaman Porang,” tegas Presiden.

Cerita Budidaya Porang seperti menyeruak begitu saja memenuhi ruang publik di tanah air, menumbuhkan keingintahuan masyarakat untuk lebih mengenal tanaman porang di tengah segenap usaha meredam Pandemi Covid – 19 yang mengglobal dalam beberapa bulan terakhir ini. Namun, ternyata cerita menarik tentang porang jauh lebih panjang lagi. Terentang jauh ke masa perang dunia kedua.

Sebuah laporan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada 2015 menyebutkan bahwa saat Jepang menguasai Indonesia, petani diminta mengumpulkan Umbi Porang dari hutan. Umbi Porang itu kemudian diangkut ke negaranya sebagai cadangan bahan pangan dan pengembangan industri makanan. Saat itu, belum ada upaya budidaya. Namanya juga lagi perang.

Nah, cerita Tanaman Porang, sebagai komoditas pertanian yang diolah dan diekspor,   seperti yang diinginkan Presiden, nyaris sama usianya dengan perjalanan sebuah perusahaan pengolah Porang yang bisa jadi perusahaan pertama di Indonesia yang sadar pada potensi ekonomi Porang ini. Perusahaan itu kini diberi nama Ambico. Website perusahaan yang berpusat di Surabaya ini menunjukkan jejak sebagian dari sejarah industri Porang di Indonesia.

Keluarga Ishii 

Kisahnya berawal dari seorang serdadu Jepang bernama Masaharu Ishii datang ke Indonesia saat Perang Dunia Kedua. Ketika Jepang dinyatakan kalah, dan serdadu Jepang yang masih bercokol di tanah air ditarik kembali ke Jepang, Masaharu Ishii justru memilih tetap tinggal di Indonesia, membangun keluarga, dan merintis bisnis di Indonesia.

Sebagai mantan tentara, tentu tidak otomatis muncul ide bisnis cemerlang di benak Masaharu Ishii. Sebagai rasa syukurnya telah melewati masa peperangan dan membentuk keluarga di Indonesia, Masaharu Ishii terus berpikir dan mencari komoditas tertentu di Indonesia yang dapat diperkenalkan ke dunia dan memungkinkan menjadi jembatan penghubung antara Indonesia dan Jepang. Setelah riset dilakukan, akhirnya pilihan itu jatuh pada Porang/ Setidaknya selama periode 1956 – 1965, Masaharu Ishii mempelajari industri dan perdagangan Porang. Hingga pada akhirnya, hanya Masaharu Ishii yang dipercaya pemerintah Jepang untuk mengekspor Porang dari Indonesia ke Jepang. Suatu hubungan saling menguntungkan karena penduduk Jepang sudah ratusan tahun lamanya memakan beras berbahan baku Porang.

Baru pada tahun 1971, Masaharu Ishii membangun PT Ambitious Trading Co, sebagai perusahaan pertama di Indonesia penghasil Konnyaku dan Shirataki, beras porang dan tepung porang.  Kini, perusahaan tersebut telah dipimpin oleh generasi ketiganya dan Namanya pun berubah lebih singkat, yaitu AMBICO. Sang cucu yang kini memimpin perusahaan bernama Johan Soedjatmiko Ishii.

Dalam Podcast Dahlan Iskan beberapa waktu lalu, Johan banyak berbagi tentang kisah Budidaya Porang dan perjuangan keluarganya mengembangan produk yang awalnya seperti tersembunyi di tanah Indonesia sekian lama itu. Salah satu tips yang dibagikan Johan saat itu adalah jagalah kualitas Porang Indonesia di setiap levelnya. Sebab, kecacatan produk yang diekspor satu eksportir akan mencoreng eksportir Porang yang lain. Indonesia pernah ditolak ekspor Porangnya, jadi jangan sampai terulang lagi di masa mendatang.

Kini Ambico telah 50 tahun malang melintang di dunia Porang Indonesia. Di saat dunia pertanian di tanah air seperti tersengat semangat menanam Porang secara berjamaah. Akankah nasib porang akan meredup, Ketika setiap inci lahan pertanian dipenuhi Porang?  Dan pelaku industri Porang pun merana?

Johan optimis. Kemunduran Porang bisa saja dihindari jika kualitas tetap dijaga, dan harga dijaga agar tidak meningkat terlalu tinggi di pasar dunia, dan Indonesia terus berinovasi menciptakan produk turunan porang. Seperti yang dilakukan Ambico, yang menjadi satu – satunya produsen Beras Shirataki asal Indonesia, hingga membuat Dahlan Iskan pun terperanjat tidak menyangka ada Beras Shirataki buatan lokal.

Bicara Beras Shirataki saja, pasarnya dalam negeri masih tahap awal pembentukan. Ambico sampai menerima antrian 2 bulan untuk pemesanannya saat ini. Apalagi jika produk turunan lain ditemukan, bukan hanya kosmetik, melainkan sumber pangan masa depan yang sehat dan dicari oleh warga dunia yang semakin memperhatikan kandungan serat yang sehat dalam makanannya.

Kini, melalui Ambico, Porang asal Indonesia telah menyebar ke Taiwan, Jepang, China, Vietnam, Korea, Perancis, Amerika Serikat, hingga Kanada. Semoga, harapan Presiden Joko Widodo menjadi kenyataan, saat Porang asal Indonesia menguasai dunia.

Related posts

Update COVID – 19: Penderita Omicron Tinggal di Apartemen Jakarta Utara

dadali

Era Baru Jual Beli Emas Fisik Digital, Bappebti Tunjuk Treasury dan Sakumas

dadali

Kolaborasi HRTA & EAI, Catat Transaksi Emas Rp 2 Triliun Per Tahun

dadali
Select your currency
USD Dolar Amerika Serikat (US)