Image default
Headline

Butuh Kredit Usaha? Empat Bank Ini Lagi Banyak Dana Nih

Butuh Kredit Usaha?

Empat Bank Ini Lagi Banyak Dana Nih

Krisis yang mendera perekonomian kali ini memang unik. Penyebab utamanya memang pandemi Covid – 19 yang menekan tingkat kesehatan publik dan sifatnya mengglobal. Namun, tidak seperti krisis moneter dan keuangan sebelum – sebelumnya, krisis kali ini tidak mengeringkan likuiditas di perbankan. Artinya, bank justru memiliki cadangan dana berlebih yang saat ini menunggu digunakan dan disalurkan untuk menggerakan usaha.

Perbankan, terutama empat bank milik negara (BUMN) yang tergabung di Himbara, melaporkan tingginya likuiditas, sehingga dalam jangka pendek, kebutuhan dana bukan hal yang mendesak. Mereka justru tengah berusaha keras agar dapat segera meningkatkan penyaluran kreditnya dan membiayai bisnis – bisnis produktif. Keempat bank tersebut adalah Bank Mandiri (Kode Bank: 008), Bank Rakyat Indonesia (BRI, Kode Bank: 002), Bank Negara Indonesia (BNI, Kode Bank: 009), dan Bank Tabungan Negara (BTN, Kode Bank: 200).

“Bank Himbara likuiditasnya tinggi sekali. Mereka kini sedang menunggu timing yang tepat, kapan untuk menyalurkan kredit. Itu juga yang akan kami dorong agar terus tumbuh, antara lain menjaga suku bunga yang tepat, menyesuaikan giro wajib minimum, dan mendukung pemerintah dengan berbagai programnya, antara lain mengamankan likuiditas di perbankan,” Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti dalam diskusi virtual di CNBC Indonesia dengan tema “Sinergi Menjaga Momentum dan Optimisme Pemulihan Ekonomi”.

Hadir pada kesempatan tersebut Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Ketua Himbara Sunarso, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar, Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi, dan Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo.

Menurut Darmawan Junaidi, ekses likuiditas di bank sangat besar. Ini tidak terlepas dari dampak pandemik yang menekan pergerakan masyarakat sehingga perekonomian sempat terhambat, sehingga publik cenderung menahan dananya di bank dan tidak menggunakan untuk menjalankan bisnis yang menggerakan perekonomian. “Sekarang yang terpenting adalah bagaimana agar demand terhadap kredit bank meningkat. DPK (Dana pihak ketiga) bukan target yang harus dikejar setinggi – tingginya saat ini,” ujarnya.

Ekses likuiditas secara singkat dapat diartikan sebagai jumlah cadangan dana bank yang disimpan di bank sentral (dalam hal ini Bank Indonesia). Dana dimaksud belum termasuk uang tunai yang digunakan untuk operasional bank sehari – hari, dan dikurangi oleh GWM. GWM sendiri dimaksudkan sebagai dana atau simpanan minimum yang harus dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro yang ditempatkan di BI. Jadi ketika BI mengurangi kewajiban GWM, maka dana yang dapat digunakan oleh bank untuk menyalurkan kredit semakin besar.

Pada saat yang sama, Haru Koesmahargyo menuturkan, kebutuhan akan pembiayaan sangat tinggi, termasuk untuk pembiayaan perumahan. Namun, pekerjaan rumah yang harus diselesaikan perbankan dan pemangku kepentingan adalah menjadikan kebutuhan akan kredit tersebut benar – benar bertemu dengan program kredit perbankan, atau terjadi pertemuan antara supply and demand.

“Kebutuhan rumah masih sangat tinggi, namun untuk menjadi permintaan kredit, masih membutuhkan stimulus. Mungkin penghasilan belum cukup, persyaratan belum sampai, harga belum terjangkau,” ungkapnya.

Related posts

Meski Berkupon Paling Rendah, ORI021 Jadi Surat Utang Negara Ritel Paling Laku

dadali

G20 Sepakat Aturan Pajak Baru Internasional Berlaku 2023

dadali

Penyintas Covid – 19 Donorkan Plasma Darah, Semoga Percepat Kesembuhan

dadali
Select your currency
USD Dolar Amerika Serikat (US)