Sri Mulyani Peringatkan Bahaya Perubahan Iklim,
Bisa Lebih Dahsyat dari Pandemi
BIKINRILIS.COM — Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati memperingatkan para koleganya di pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Kelompok G20 tentang dampak perubahan iklim. Dampak perubahan iklim bisa saja lebih besar dibandingkan dampak yang disebabkan oleh pandemi. Untuk itu Indonesia mengajak G20 untuk bersama – sama fokus pada pananganan dampak perubahan iklim dengan mengalokasikan anggaran investasi lebih besar lagi pada pengamanan iklim dunia.
Sri Mulyani menambahkan bahwa masa pandemi merupakan peringatan yang cukup keras kepada seluruh penduduk bumi tentang kondisi perekonomian global yang sangat rentan terhadap kejutan-kejutan non tradisional. Dalam hal ini, seluruh negara G20 harus mengingat bahwa perubahan iklim dapat menimbulkan dampak yang jauh lebih besar dari pandemi.
“Disinilah peran G20 dibutuhkan dalam memerangi perubahan iklim. Bukan hanya dalam penurunan emisi karbon, tetapi juga menemukan skema untuk meningkatkan dan mengarahkan lebih banyak pembiayaan dan investasi pada teknologi berkelanjutan yang memfasilitasi aksi iklim,” ungkap Sri Mulyani.
Baca Juga:
Antisipasi Pemburukan Omicron, APBN 2022 Dipasang Saklar Darurat
Wahai Perokok, Menteri Keuangan Naikan Cukai 12 Persen
Pesan Jokowi: Berdayakan UMKM dan Mitigasi Iklim, Maka Aman Semuanya
Sri Mulyani mengungkapkan hal tersebut saat memberikan kata sambutan pada Pertemuan Pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) meeting, Kamis (17 Februari 2022). Forum ini akan berlangsung hingga 18 Februari 2022 mendatang. Pertemuan pertama ini dibuka oleh sambutan dari Presiden Indonesia Joko Widodo, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang turut hadir dan menyambut para delegasi secara virtual.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa untuk mencapai pemulihan yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan pertumbuhan inklusif, penting mengatasi masalah atas luka ekonomi (scarring effect) yang berkepanjangan.