Ongkos yang harus ditanggung pun luar biasa. Sri Mulyani menyebutkan, APBN 2020 harus mencatatkan defisit sebesar 6,14% dari Produk Domestik Bruto (PDB), namun mampu menahan kontraksi ekonomi Indonesia pada level – 2,1%. Defisit dibuat untuk menjadi salah satu instrument penahan lonjakan kemiskinan dan pengangguran. Dengan fleksibilitas dan responsivitas APBN tersebut, Indonesia kemudian merangkak pulih dengan mencatatkan pemulihan kembali ekonomi pada tahun 2021 dengan pertumbuhan positif 3,69%.
“Pemulihan ekonomi yang terjadi ini juga mampu membawa tingkat kemiskinan kembali ke level single digit menjadi 9,71% per September 2021, APBN menjadi instrumen sentral dalam pemulihan ekonomi,” ungkap Sri Mulyani.
Rangkaian masa yang begitu berat diawalnya, pada awal Pandemi, kemudian ketika semua orang berjuang dengan ekonomi dan kesehatannya, hingga kemudian pulih kembali di akhir tahun 2021, merupakan saksi bisu kemampuan Indonesia dalam melalui krisis.
Untuk itulah, Sri Mulyani mengawali orasinya yang penuh optimistisme dengan mengutip pepatah yang sangat sesuai dalam menggambarkan situasi Indonesia. “No matter how long the winter, spring is sure to follow. Betapapun lamanya musim dingin, yang beku, gelap, murung dan mencekam, musim semi yang ceria pasti akan datang,” ungkapnya.
Orasi ditutup dengan kutipan motivasi dari Menkeu “Even the hardest of winters fears the spring”, yang artinya badai terdahsyat pun akan takut akan datangnya musim semi. “Setiap masa selalu ada tantangannya, setiap tantangan selalu ada jawabannya, dan setiap masa selalu ada tokohnya. Ke depan masih akan ada badai dan tantangan yang akan dihadapi Indonesia, kita harus selalu siap,” pungkasnya. (*)
