Image default
Headline

Harga Porang Anjlok? Ini Solusi untuk Petani

Harga Porang Anjlok?

Ini Solusi untuk Petani

Ruang baca dan ruang dengar publik kini tengah disugihi oleh pergerakan harga umbi porang yang mengalami penuruan di tingkat petani, ditengah demam budidaya porang justru sedang tinggi – tingginya. Apakah ada solusi untuk masalah harga tersebut? Berikut ini kami coba sampaikan benang merah pesan – pesan utama yang muncul pada perbincangan antara Dahlan Iskan dengan Johan Soedjatmiko Ishii, generasi ketiga pemilik pabrik pengolahan porang, PT Ambico, di Energi Disway Podcast Eps 44, 8 September 2021 malam tadi.

Di awal membuka pembicaraannya, Dahlan Iskan mengemukakan bahwa hingga beberapa menit sebelum Podcast tersebut dimulai, dirinya masih terus menerus menerima telpon dari petani yang mengeluhkan turunnya harga umbi porang. Salah satunya adalah telepon dari petani porang asal Saradan, Madiun, kawasan dimana terdapat sekitar 2.000 hektar lahan yang ditanami Porang, dan lokasi dimana petaninya rata – rata telah menyemai tanaman porang sejak 15 tahun lalu.

“Mereka meminta jalan keluar (terkait penurunan harga tersebut). Padahal dulu saya pernah katakan bahwa harga porang sudah terlalu tinggi, dan keuntungannya sudah terlalu tinggi. Musim ini pernah Rp 10.000 per kilogram, sekarang sudah sangat turun ke Rp 5.000,” ujar Dahlan.

Sebenarnya apa yang terjadi sehingga harga porang saat ini turun? Johan Soedjatmiko Ishii mengatakan, setidaknya terdapat dua penyebab. Pertama, alur ekspor porang yang  tidak sempurna. Dimana saat ini, tinggal 5 eksportir porang dari Indonesia, yang sebelumnya mencapai 20 perusahaan. Kelima eksportir ini hanya bisa mengekspor porang dalam bentuk chips (keripik) ke China melalui Thailand dan Myanmar, sebagai dampak penolakan Chips asal Indonesia beberapa waktu sebelumnya akibat eksportir Indonesia yang kurang memperhatikan kualitas produknya.

Sebulan lalu, ekspor Chips Indonesia melalui Thailand dan Myanmar pun ditolak juga oleh China. Kondisi ini menyebabkan penurunan permintaan dari negara – negara pengkonsumsi porang dunia, terutama China.

Penyebab kedua, adalah terjadinya Panen Raya porang di Myanmar dan China saat ini. Banyak perusahaan pengolah tepung porang beralih menggunakan bahan baku porang asal lokal negara mereka, meskipun kualitasnya lebih rendah dibandingkan bahan baku asal Asia Tenggara, termasuk dari Indonesia dan Myanmar. Sebelumnya, pada tahun 2016 – 2018 disaat terjadi bencana alam di China, banyak yang datang ke Indonesia mencari Porang. Namun memasuki tahun 2019, mereka kembali menanam sendiri, dan sekarang panen raya. Ini juga menyebabkan permintaan atas porang Indonesia berkurang.

“Untuk permintaan dalam negeri sendiri, pabrik pengolahan porang sudah mengamankan stoknya, sehingga stok tahun ini sudah penuh,” ujarnya.

Untuk menjawab kedua penyebab turunnya harga porang tersebut, Johan menyarankan agar petani tidak buru – buru memanen porangnya saat ini. Petani sebaiknya menahan porangnya agar tetap tumbuh didalam tanah hingga volumenya lebih besar lagi nanti. Dengan peningkatan volume tersebut, maka nilai pendapatan akan tetap terjaga tinggi meskipun harga porang menurun.

“Selain itu cara penanaman petani zaman dulu itu lebih pas, yaitu penanaman pada lahan yang ada naungan. Kalau seperti yang banyak dilakukan saat ini, dilakukan dilahan luas dan terbuka, biasanya menyedot biaya terus. Dan juga jangan membeli bibit dengan harga tinggi. Sebaiknya menggunakan bibit dari lahan sendiri,” ujarnya.

Related posts

AIIB Suntik Jaringan Listrik Jatim dan Bali

dadali

Indonesia Bangun 130 Pusat Budidaya Ikan, Produksi Tak Lagi Tergantung dari Alam

dadali

G20 Sepakat Aturan Pajak Baru Internasional Berlaku 2023

dadali
Select your currency
USD Dolar Amerika Serikat (US)